Sebuah Message Masuk ke dalam Account FB Saya :
Assalamualaikum
Kang Ryan, minta di semangati dong kang…
gini kang..Alhamdulillah saya bisa masuk kuliah lewat jalur beasiswa. Baru
beberapa hari masuk, tapi banyak perlengkapan yang harus saya penuhi (buku,kosan,segala
macem). sekalipun SPP gratis,tetep aja yg laen bayar. Saya kasian sama ortu, gak
tega mau minta uang. Smpet ibu dan bapak
berantem gara itu. sempet terbersit mau udahan aja. ibu karena pusing banget, nawarin
keluar juga. Saya takut kedepanyya malah lebih berat lagi. saya harus bagaimana.?khusus
buat kang Ryan saja. Jangan diekspos ya…
Pernah Juga seseorang Konsultasi Kepada saya:
Kang
Ryan, Saya berniat untuk kuliah dan masuk ke Fakultas Kedokteran, Nilai Rapport
saya bagus, memungkinkan untuk bisa diteria melalui jenjang PMDK (Tanpa tes)
namun saat ini saya terkendala dengan finansial, Orang tua saya bukan orang
yang mampu secara financial bahkan bisa dikatakan tidak mungkin untuk membiayai
kuliah anaknya. Namun disisi lain saya juga pengen membahagiakan mereka dan
merubah nasib keluarga dengan kuliah dan berharap suatu saat nasib saya dan
keluarga bisa terangkat. Bagaimana solusinya.
Dan masih banyak lagi Pesan Singkat
(SMS), Email, Direct Message, FB Inbox yang senada dengan dua cerita diatas,
sehingga daripada saya menjawab satu persatu masalah yang berulang itu, saya
tuliskan jawabannya melalui pengalaman saya pribadi dan sedikit pengetahuan
yang pernah saya dapatkan dalam dunia motivasi dan pegembangan diri.
Ya, memang belakangan ini sejak 3
tahun ke belakang saya dan tim KAYYISU EXCELLENT, lembaga pendidikan yang saya
dirikan gencar memberikan pelatihan tentang Sukses studi, hal itu terjadi seiring
dengan terbitnya buku saya yang pertama “Funtastic
Learning”, Cara Cerdas Belajar Menyenangkan dan buku ke dua saya “100 % Sukses UN”, yang keduanya diterbitkan oleh
Pro U Media Jogjakarta.
Beberapa saat setelah penerbitan
buku tersebut hingga sekarang, berbagai institusi sekolah maupun lembaga sosial,
termasuk organisasi siswa dan kemahasiswaan masih mengundang saya sekedar mengundang
sharing tentang buku, bedah buku, seminar, pelatihan bahkan workshop fantastic
learing dengan durasi 2 hari.
Alhamdulilah dari sekian event yang
diselenggarakan tersebut ratusan bahkan ribuan apresiasi dan testimony datang
kepada kami baik melalui lembar testimony, surat, Email, SMS, termasuk melalui
social media seperti Facebook (Ryan Martian) dan Twitter saya (@senyumryan).
Dimulai dari ucapan terimakasih, berita perubahan diri, peningkatan kecerdasan,
keberhasilan mereka keluar dari trauma dan phobia pelajaran, Lulus UN dengan
nilai memuaskan hingga motivasi untuk belajar hingga setinggi cita-cita mereka.
Setelah membaca buku dan mengikuti pelatihan yang kami selenggarakan.
Saya syukuri berita tersebut dan
karena berarti apa yang saya tulis dan apa yang kami bagikan begitu sangat
bermanfaat. Saya juga kembalikan berbagai testimony itu sebagai
pertanggungjawaban kepada Allah, karena atas ijin Dialah tulisan dan pelatihan itu
bisa menginspirasi para pelajar, orang tua dan guru-guru di tanah Air. Alhamdulilah …
Namun belakangan Buku yang saya
tulis itu telah menuai “masalah” baru, tantangan baru tepatnya, karena banyak
diantara mereka yang terinspirasi dan menuai hasil dari tulisan dan pelatihan
yang diselenggarakan, kini menghadapi sebuah kendala baru, diantaranya adalah
dua keluhan yang saya sampaikan diatas, tentang biaya sekolah.
Di satu sisi mereka berhasil mengaplikasikan
isi buku dan pelatihan tersebut dan bisa membuktikan bahwa buku itu “ngefek”
buat mereka, namun disisi lain seperti yang Anda baca diatas, ternyata
keberhasilan menembus tantangan akademik harus terhambat dengan tantangan
financial keluarga yang memang tidak saya berikan solusinya di dalam buku
tersebut.
Bukan hanya 2 orang namanya saya
rahasiakan diatas, melainkan ratusan orang yang mengeluhkan masalah yang sama,
yang saat ini mereka hadapi, bahkan keluhan ini juga disampaikan jauh sebelum
mereka-benar-benar di terima di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ketika mereka
melihat situasi keluarga yang nampaknya tidak mungkin memberikan kesempatan
kepada mereka untuk melanjutkan minat dan semangat studi mereka.
Satu atau dua masalah bisa saya
jawab baik melalui konsultasi langsung, by
phone, via email, Message Inbox dan sebagainya, namun
seiring dengan semakin banyaknya buku FL yang beredar, semakin banyak masalah
yang sama yang muncul, dan sepertinya tidak memungkinkan untuk saya jawab dan
balas satu persatu. Untuk itulah tulisan ini di buat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
Anda yang bersemangat dalam studi namun terkendala dengan financial, semoga
membantu.
Cerita Pengalaman Pribadi
Ya tidak ada pengetahuan dan solusi
terbaik kecuali dari pengalaman sendiri, saya tidak ingin berteori atau sebatas
berkelakar, tapi saya ingin menyampaikan sebuah bukti langsung dari diri saya
sendiri, semoga teman-teman yang memilii masalah yang sama bisa mendapatkan
pencerahan, inspirasi sekaligus solusi dari masalah yang saat ini dihadapi.dan
bagi saya semoga kisah ini tidak menjadi sumber kesombongan, naudzubillah…
…….
Seperti Anda, saya merupakan anak
yang awalnya tidak berniat untuk melanjutkan studi, lepas dari SMA saya hanya
berniat untuk mencari pekerjaan saja, alasannya? Saya anak yatim, ortu
berpenghasilan rendah sementara adik-adik saya masih kecil dan membutuhkan
biaya yang juga sama besar bahkan mungkin lebih besar dari saya, kelak.
Bukannya gak pengen kuliah, tapi
saya mencoba untuk realistis dengan kenyataan (saat itu saya belum tau teori
bahwa ternyata realita yang ada tentang apa yang ada saat ini adalah sebuah
ilusi yang ngotot pada awalnya, hehehe…), akan sangat sulit bagi ibu saya
membantu saya kuliah sementara masih ada 3 adik saya yang harus dia biayai,
saya sangat mengerti bagaimana kondisi finansial orang tua saya, rumah petak yang
berstatus kontrak , profesi ibu sebagai penjahit yang tidak pernah menentukan tarif
menjadikan saya ngaca kepada diri sendiri, saatnya saya menggantikan Ayah saya,
membantu financial keluarga.
Lama saya memendam keinginan itu, ketika
teman-teman sekolah mulai bercerita tentang rencana masa depan mereka, saya
hanya asyik mendengarkan, sambil menghayal seandainya saya semujur mereka.
Pernah suatu kali saya ditanya salahsatu teman saya “Yan, abis sekolah kamu rencana kuliah dimana?” sebuah pertanyaan
yang tentu saja berat untuk saya jawab, saya hanya menjawabnya dengan singkat “nggak tau, lihat saja nanti”, padahal
sebenarnya dalam hati sudah ada jawaban mantap “saya akan bekerja !”
Saking seringnya pertanyaan itu
dilontarkan dan saking seringnya pembicaraan seputar kuliah, ditambah dengan
peluang kerja dan gaji yang lebih besar yang mungkin didapatkan setelah kuliah,
saya mulai terggoda untuk memikirkan masa depan saya, utamanya tentang kuliah, namun
disatu sisi saya kembali berpikir bahwa mimpi saya terlalu “mustahil” bagi
saya.
Namun, semakin lama semakin kuat mimpi
kuliah itu, hingga akhirnya suatu saat dengan berat hati saya mencoba
memberanikan diri dengan melempar sebuah percakapan kepada orang tua saya,
disela-sela kesibukannya memotong dan menjahit pakaian, saya mulai menyampaikan
unek-unek saya, “bu seandainya saya
kuliah, gimana menurut ibu?” ibu terdiam sejenak, sambil menghela nafas dia
berkata, “ya kalo itu kemauanmu kenapa
enggak dicoba?” sebuah jawaban yang yang diluar dugaan! Membuat saya
penasara untuk bertanya lebih jauh…
Saya lanjutkan percakapan dengan bercerirta, “temen-temen besok pada kuliah, bahkan ada
dari mereka yang mulai menyusun rencana dengan mencari informasi universitas
yang memungkinkan menerima mereka tanpa tes, melalui jalur PMDK”, mendengar
itu ibu menjawab “kamu gak ingin seperti
mereka?” sekali lagi sebuah jawaban yang aneh yang sama sekali di luar
dugaan saya.
Perlahan saya katakan “Enggak lah, kuliah itu kan biayanya mahal,
saya kerja aja biar bisa bantu Ibu” saya mengelak sambil berharap ibu
kembali mengatakan sesuatu dari bibirnya. Kutunggu dia, lama tak menjawab,
hingga akhirnya beberapa saat dia kembali berkata “Ya biaya itu bisa dicari kan?, yang penting ikhtiar dulu, toh rejeki
itu ada yang mengatur…” jawaban spektakuler, sebuah peluang besar yang saat
itu saya tidak pernah menduganya.
“Jadi
Ibu mengijinkan saya untuk kuliah?” saya masih meragukan apa yang dia katakan.
“Ya kalo itu mau kamu, ntar rejeki bisa
di cari darimana jalannya, sekarang kamu daftar saja, niatkan diri mau kuliah
dimana, jurusannya apa dan liat berapa biayanya? Trus pilih yang mantep”
Jujur saat itu saya benar-benar
kaget, jawaban ibu begitu meyakinkan, padahal setahu saya ibu adalah orang yang
pesimis dan sangat negative thingking, tapi saya tidak mau berpikir panjang dan
bertanya lebih jauh. Saya langsung take
action dan sejak saat itu sayapun mulai ‘hunting’
informasi seputar tempat kuliah hingga berbagai macam beasiswa yang ditawarkan,
hingga akhirnya saya menemukan sebuah informasi beasiswa supersemar, yang
memberikan kemudahan kepada siswa tidak mampu untuk mengikuti UMPTN (nama
sebelum SNMPTN), bahkan jika diterima di perguruan tinggi negeri maka seluruh
biaya kuliah termasuk biaya hidup akan ditanggung! Saya ambil peluang itu, saya
masukan persyaratannya, sambil tetap mendaftar PMDK untuk salahsatu jurusan di
IPB Bogor.
Sayang, saya tidak diterima di IPB
karena memang prestasi saya tidak cukup bagus untuk diakui sebagai mahasiswa
IPB, tinggal satu harapan saya, beasiswa SUPERSEMAR! Satu minggu saya tunggu
hasilnya dan Alhamdulillah, Beasiswa itu keluar, saya dibiayai mendaftar UMPTN
dan diberikan dana transportasi.
Saat itu, ibu saya juga medapatkan
informasi tentang penerimaan mahasiswa baru di STT tekstil di Bandung, saya diminta
untuk mendaftar juga dengan uang transportasi beasiswa itu, toh masih cukup
kan? Siapa tau kamu juga diterima di sana, peluangnya bagus, bahkan ada salahsatu
anak dari saudara yang langsung bisa bekerja selepas kuliah, bahkan sebelum
lulus sudah di incar perusahaan tekstil ternama di kota Bandung. Atas restu
ibu, ide itu saya sanggupi, hingga saya mendaftar untuk dua tes, UMPTN dan Ujian
Masuk STT Tekstil, dengan harapan setidaknya salahsatu bisa goal, dan saya bisa
kuliah!
Satu minggu selepas UMPTN saya
lanjut mengikuti ujian STT, diantara dua
ujian yang saya temui, ujian STT yang menurut saya mudah, bahkan sangat mudah!
Ya memang semenjak ibu mengijinkan saya untuk kuliah, semangat saya menjadi
berlipat ganda, mungkin 10 kali lipat dari sebelumnya, setiap hari saya
menargetkan menyelesaikan satu paket soal ujian sekaligus pembahasannya, hingga
benar-benar paham, dan saya lakukan itu untuk mimpi saya KULIAH! Target utama
UMPTN saya ingin diterima di Teknik Pertambangan ITB, pilihan kedua saya
Fakultas Pertanian UNSOED!
Saya memang tidak ikut bimbingan
belajar, alasannya singkat, MAHAL!, saya mensiasatinya dengan membeli paket modul
soal, dari sebuah bimbingan belajar jarak jauh, karena uangnya mepet, saya
sepakat iuran dengan teman baik saya, dan pakenya gantian, saya pake paket A teman
saya pake paket B dan dan jika sudah dikuasai baru di tukar, ada kalanya saya
butuh paket yang lain, tapi paket soal sedang dipake teman saya, mau gak mau
jadi harus nunggu. Gak enak sih, tapi bagaimana lagi, hanya itu cara yang bisa
saya gunakan untuk bisa belajar dengan baik…
Alhamdulillah, Ikhtiar, dukungan,
semangat dan doa orang tua berbuah hasil, meskipun pilihan pertama saya gagal, saya
diterima di UNSOED, salahsatu perguruan tinggi di Jawa Tengah tepatnya di Purwokerto,
sekitar 240 km dari tempat saya tinggal, berita itu saya sampaikan kepada ibu
saya, dan tentu saja dia sangat senang, karena saya baru saja diterima di
perguruan tinggi negeri, tanpa biaya dan selanjutnyapun saya tidak harus
mengeluarkan uang untuk kuliah saya, hingga 4 tahun kedepan! . Selanjutnya saya
tinggal menunggu pengumuman daftar ulang.
Selang seminggu ternyata hasil
ujian STT Tekstil pun diumumkan, sesuai dugaan ternyata saya juga diterima di
perguruan tinggi popular itu, saya sampaikan kepada orang tua saya dan ternyata
juga dia sangat senang dengan berita itu, dan tampaknya ibu lebih senang ketika
mendapat kabar jika saya diterima STT Tekstil, ketimbang di UNSOED, selain
dekat dengan tempat tinggal, masa depanpun sepertinya lebih terjamin. Tapi
kebahagiaan itu hanya sementara, karena setelah pengumumgan itu, menyusul pula
informasi berapa biaya daftar ulang yang harus di keluarkan. Dan tentu saja ibu
saya tidak sanggup menyiapkan uang untuk itu. Hingga akhirnya pilihanpun jatuh
kepada pilihan pertama, kuliah jauh. Tidak masalah kuliah di luar kota, jauh
dari orang tua, yang penting saya bisa kuliah dengan baik, murah tanpa
merepotkan keluarga dan segera mendapatkan pekerjaan selepas saya lulus.
Setelah ada kepastian jadwal daftar
ulang, Saya pun berangkat ke tanah yang tidak pernah saya tahu dimana letaknya
dan berapa ongkosnya. Dengan bekal informasi lisan saya pun berangkat bersama
teman saya untuk mendaftar ulang, saat itu ibu membekali saya dengan uang
tabungannya sebesar 425 ribu rupiah, entah darimana uang itu, “untuk jaga-jaga
sekaligus cari tempat tinggal untuk hidup di rantau” bisiknya.
Ketika di rantau itulah masalah finansial
bertubi datang kepada saya, ketika mendaftar ulang ternyata saya harus membayar
dulu biaya pendaftaran yang besarnya 400ribu, alasannya karena uang beasiswa
saya belum bisa dicairkan, saya katakana kepada petugas registrasi bahwa saya
tidak punya uang sebanyak itu saat ini, dengan perasaan sangat malu saya
menawar biaya kuliah saya hingga akhirnya saya diberikan solusi untuk menemui
Pembantu Rektor III (PR III) untuk mengadukan masalah saya dan agar dia
memberikan rekomendasi dengan ‘keprihatinan’ saya, Alhamdulillah, kembali Allah
menolong saya. Saat itu, PR III mau memberikan rekomendasi dan keringanan
sehingga saya masuk tanpa uang pendaftaran.
Selesai sudah saya melakukan
pendaftaran ulang, tinggal saya mencari kos-kosan untuk tempat tinggal, karena
saya benar-benar awam dengan kota yang baru ini, saya didatangi calo kos-kosan
dan menawarkan solusi gratis dengan memberikan informasi gratis tentang
kos-kosan murah. Tentu saja saya menerima tawaran gratis itu, saya ditawarkan
sebuah kos-kosan senilai 600 ribu, kembali saya bingung karena uang saya kurang
untuk membayar kamar kost itu. Alhamdulillah disela masalah itu teman saya se
kota memberikan solusi, saya tinggal sekamar dengan teman saya, dan bayar
separohnya, Hasilnya saya saya hanya membayar 350 ribu saja untuk satu kamar
kos, 300 ribu untuk biaya kamar, 50 ribu untuk biaya tambahan kasur, karena
memang kasurnya hanya satu dalam satu kamar. Belakangan saya tahu bahwa
ternyata harga kamar kost itu hanya 350 ribu, informasi itu saya dapatkan dari
kakak kost yang sudah tinggal lebih dulu, “Wah
kecolongan… “ pikirku, saya hanya bisa nyengir kuda deh. Buts its ok, yang penting dua masalah financial
saya selesai, selanjutnya tinggal bagaimana saya memikirkan biaya hidup.
Kuliah perdana dimulai, disanalah
pengeluaran mulai terasa berat, biaya OSPEK untuk beli ini dan itu, dirasa
begitu besar, tapi saya masih bisa bertahan dengan uang sisa pemberian orang
tua, sambil berharap beasiswa SUPERSEMAR segera turun.
Tapi apa mau di kata, uang beasiswa
itu turun setelah 3 bulanan. Entah darimana ceritanya, konon kata orang, uang
itu sengaja di endapkan dulu biar ada remah-remahnya, yang bisa dimanfaatkan
sama pengelola. Kondisi tersebut membuat saya benar-benar terkatung-katung,
saya sudah tidak berani meminta uang kepada orang tua, 425 ribu yang diberikan
kepada saya di awal kuliah sudah terlalu besar buat saya. Malu rasanya jika
saya harus meminta kepada orang tua.
Akhirnya saya memulai berbagai
usaha sampingan untuk menghidupi diri saya, dimulai dari jualan Coca-cola,
sandal tasik, jualan buku, jualan pupuk, tanaman hias semuanya saya lakukan
yang penting saya bisa makan 3 kali sehari, dan memenuhi criteria 4 sehat 5
sempurna, prihatin !
Apakah ikhtiar mendapatkan usaha
sampingan itu datang begitu saja dengan mulus? Tentu saja tidak, kepepet adalah
kondisi yang menjadikan seseorang bisa survive,
manusia diberikan kemampuan untuk mempertahankan hidupnya, ketika saya menjual
Coca-cola, saat itu saya menemukan peluang itu ketika ada kegiatan pekan
olahraga di kampus yang dikelola angkatan saya, saya dan teman-teman ambil
peluang itu ketika tidak ada satupun orang yang berinisiatif untuk menjual
minuman. Saya semakin yakin Laa
Yukallifullohu nafsan Illa wus’aha memang benar adanya.
Begitupula ketika jualan sandal,
saat itu saya sedang kesulitan financial karena, beasiswa gak juga turun.
Tiba-tiba datang kepada saya seorang teman yang baru saja mengambil sekarung
sandal dari tempat tinggalnya di Tasik, namun dia bingung bagaimana cara
memasarkannya, saya mennyanggupi untuk membantu menjualnya dengan syarat saya
mendapatkan fee 50 % keuntungan bersih penjualan, dari situlah saya menjualnya
kepada orang lain teramasuk membuka stand bazaar di kampus. Alhamduillah setiap
saya menjual satu sandal, keuntungannya bisa untuk 3 kali. Cukup satu sandal
perhari, saya bisa memperpanjang umur saya, hehe… J
Jika saya renungkan, setiap datang kesulitan
selalu ada saja kemudahan yang diberikan Allah, seakan setiap peluang itu
diperlihatkan ke depan mata saya, memang pada awalnya muncul masalah, takut,
stress, namun karena tidak ada yang bisa saya mintai pertolongan, saya memutar
kepala untuk mencari solusi, hasilnya, di setiap masalah yang datang selalu
datang pula solusinya.
Setelah berjalan 2 semester kuliah,
saya baru menyadari ternyata banyak sekali peluang-peluang beasiswa yang bisa
diambil, pada awalnya saya bimbang dengan masa depan kuliah saya, namun setelah
jalan 2 semester ini, ternyata sangat mungkin bagi siapapun untuk mendapatkan
beasiswa. Pintar bisa dapet beasiswa, miskin juga bisa dapet beasiswa, aktif di
organisasi juga bisa dapet beasiswa. Tinggal pilih, mau pinter, miskin atau
jadi aktivis kampus?
Di tahun ke dua, saya mengambil
peluang untuk mendapatkan beasiswa Dompet Dhuafa republika, kenapa nilainya
besar! syaratnya gampang, harus aktif di organisasi mahasiswa dan tentu saja
seorang dhuafa, alhamdulillah ada untungnya lahir dari keluarga yang memang
masuk kategori ‘dhuafa’ sehingga saya berhak mendapatkan beasiswa bulanan yang
jika dikumpulkan dengan beasiswa yang sudah saya dapatkan, beasiswa itu jauh
melebihi cukup untuk biaya hidup saya. Lebih dari itu, saya bahkan bisa
memodali usaha dan bisnis yang saya kerjakan. Beasiswa itu saya dapatkan hingga
tahun ke empat, setelahnya, alhamdulillah saya bisamenghidupi diri sendiri
melalui usaha yang memang dirintis semenjak awal kuliah. Hingga akhir semester
bahkan hingga saat ini.
Nah teman-teman, satu hal yang bisa
kita petik dari pengalaman tersebut adalah bahwa kadang kita merasa ketakutan
terhadap hal yang belum tentu kita hadapi, hasil penelitian menunjukan bahwa 98
persen ketakutan itu tidak pernah terjadi, dan hanya 2 persen dari ketakutan
yang benar-benar terjadi.
Kadang, juga kita tidak yakin
dengan pertolongan Allah, memang masalah akan datang kepada siapapun dengan
berbagai versi, mungkin financial, hubungan, emosi dan sebagainya. Memang
masalah itu besar, namun saya yakin bahwa masalaha itu diutus oleh Allah bukan
untuk menyulitkan kita tetapi untuk membuat kita semakin kuat dan dewasa. Disamping
masalah yang menurut kita besar, ada Allah yang maha besar, sehingga bolehlah
kiranya kita mengatakan masalahku memang besar, tetapi Allah maha besar!
Jika saat ini teman-teman sedang
dirundung masalah yang sama, yakinlah bahwa selalu ada solusi dari masalah
Anda, yang terpenting adalah Anda memiliki mimpi yang kuat, untuk menyelesaikan
studi Anda, memiliki keyakinan bahwa selalu ada solusi Allah dari setiap
masalah yang diutusNya, maka di depan mata kita akan kita temukan ribuan cara
untuk mewujudkan Mimpi yang kita yakini.
Pada saat saya menulis artikel ini,
kebetulan saya menonton siaran televisi yang menginformasikan seorang anak
tukang becak di Jogjakarta yang bisa mendapatkan gelar dokter, dan di Makasar
ada seorang perempuan yang berhasil mendapatkan gelar sarjana kedokteran yang
lulus dengan IPK 3,75 dan masih berusia 19 tahun. So tidak usah mengeluh lagi
tentang biaya ya? Tentukan dan Raih mimpimu, saya yakin di balik setiap
kesulitan selalu ada kemudahan, dibalik kesulitan selalu ada kemudahan!!!
Ryan Martian
Funtastic Life Coach